Minggu, 19 Mei 2013

Kemauan, berusaha, berdoa


Sudah saatnya zaman sekarang ini sebagai pemuda-pemudi Indonesia jangan hanya diam  dan menunggu pembagian nasib. Cobalah untuk bergerak mengubah nasib dengan cita-cita atau impian masa depan yang optimistik. Ada tiga kata kata kunci yang bisa dipegangh, yaitu kemauan, berusaha, berdoa. Mengapa saya mengatakan itu? Saya akan jelaskan dengan kisah yang saya alami.

Berawal pada saat saya mulai duduk di bangku kelas XII SMA, saat itu saya berpikir setelah lulus SMA apa yang harus saya lakukan. Apakah melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau kuliah atau kah saya harus bekerja karena keterbatasan biaya pendidikan untuk jenjang kuliah itu? Dalam hati saya bertekad untuk melanjutkan kuliah. Di sinilah muncul yang saya maksud dengan KEMAUAN. Saya terus mencari-cari informasi melalui fasilitas internet, saya men-download biaya-biaya studi S1 di berbagai universitas negeri dan swasta yang diperkirakan akan dikeluarkan orang tua saya untuk pendidikan saya.

Dalam hati kecil saya bertanya “Akankah angka-angka tersebut dapat dipenuhi oleh orang tua saya jika suatu saat nanti saya masuk ke salah satu perguruan tinggi tersebut? Karena angka-angka tersebut akan menghabiskan gaji ayah lebih kurang empat bulanan lamanya”. Setelah melihat dan mencetak biaya-biaya tersebut, saya langsung memberikannya kepada orangtua saya agar mereka bisa memberikan pendapatnya bagaimana seharusnya saya setelah lulus nanti. Saya takut membebani mereka dengan biaya-biaya itu, tapi ternyata yang diucapkan orangtua saya adalah “Sekarang persiapkan diri kamu untuk lulus dengan nilai ujian akhir nasional (UN) yang baik, setelah itu baru kamu siapkan diri kamu untuk masuk kuliah. Kami, sebagai orangtua akan berusaha semaksimal mungkin menghantarkan anak-anaknya untuk menggapai cita-cita kalian”. Dari ucapan yang memiliki makna mendalam itulah timbul dalam hati saya tekad dan kemauan bulat untuk melanjutkan pendidikan (kuliah). Biaya tampaknya bukan lagi penghalang utama untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Saya bertekad, akan terus belajar giat agar lulus dengan nilai UN yang baik, sambil mencari-cari informasi lowongan kerja agar saya juga bisa menabung untuk biaya kuliah saya kelak.


Sebagai langkah awal dari hasil kemauan, usaha, dan tekad saya, Alhamdulilah, Allah SWT memberikan kesempatan untuk saya masuk nominasi siswa yang dapat mengikuti Jalur Undangan PTN dengan menggunakan nilai rapor semester 5 (kelas XII semester 1). Rasa optimis dalam hati saya muncul karena saya ingin sekali memiliki “Yellow Jacket” Universitas Indonesia. Saya terus berdoa dan berharap agar bisa lolos seleksi Jalur Undangan PTN ini. Sambil menuggu pengumuman Jalur Undangan PTN, UN pun telah usai dan sekolah saya pun dinyatakan “Lulus 100%". Alhamdulilah, saya lulus dengan nilai UN rata-rata 8,2. Rasa optimistis ingin kuliah itu pun semakin bulat dalam hati.

Terus berusaha meski kecewa
Akhirnya tiba juga pengumuman Jalur Undangan PTN, saya dinyatakan “belum berhasil”. Tentu saja, muncul rasa kecewa, bahkan sempat menurun rasa percaya diri saya. Namun, besarnya keinginan, kemauan, dan optimisme untuk kuliah mengalahkan pesimisme itu. Saya terus berkata “berusaha” mengikuti semua tes-tes masuk PTN/PTS. Namun, pada akhirnya semua hasil yang keluar di pengumuman melalui internet itu bertuliskan “maaf anda belum berhasil”. Kecewa? Tentu saja kecewa berat! Tapi, saya berpikir mungkin ini bukan yang terbaik buat saya saat ini. Masih banyak jalan yang lebih baik lagi buat saya yang Allah SWT akan berikan. Untuk itu, saya harus tetap berusaha lebih maksimal serta berdoa. Selalu saya berpikir seperti itu bila saya kecewa dengan hasil yang sama.

Tes masuk PTN terakhir yang saya ikuti adalah SPMB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya berdoa dan berharap kembali kepada Allah agar tes ini berhasil saya lalui dengan hasil yang terbaik. Alhamdulilah doa dan harapan saya dikabulkan Allah SWT, saya lolos seleksi di SPMB UIN Jakarta. Optimisme dan kemauan saya kembali membesar dan menguat untuk melanjutkan jenjang pendidikan pada Program Studi (Prodi) Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Setelah melakukan pendaftaran ulang dan lain sebagianya sebagai persyaratan administrasi menjadi mahasiswa baru UIN Jakarta, saya berpikir kembali mengenai biaya yang akan dikeluarkan orangtua saya untuk membiayai studi semester pertama pada prodi tersebut. Kekuatan terbesar saya untuk meyakinkan bahwa saya bisa melanjutkan studi ini adalah ucapan orangtua saya, “Berprestasilah dengan memanfaatkan apa yang telah Allah SWT berikan kepada kita, berdoalah untuk meminta sebagian dari kekayaan yang Allah SWT miliki, berserah dirilah atas apa yang terjadi bila memang kita sudah benar-benar berusaha dan berdoa”. Itu adalah perkataan orangtua saya yang akan selalu menguatkan langkah saya mengapai impian. 

Saya sangat bersyukur memiliki kedua orangtua yang sangat mendukung apa pun yang saya lakukan dengan memberikan nasihat-nasihatnya. Saya ingin memberikan masukkan juga kepada seluruh orang tua, berikanlah kasih sayang dan perhatian yang tulus kepada anak-anaknya serta bicaralah dari hati ke hati kepada anak-anaknya. Insya Allah, tidak akan ada anak pembangkang atau durhaka terhadap orangtuanya, karena orangtua adalah cermin dalam pembentukkan watak dan sikap putra dan putrinya.

Lulus seleksi calon penerima beasiswa
Rasa syukur semakin tinggi karena doa saya dan orangtua saya dikabulkan Allah. Suatu hari, ayah membantu seorang sahabatnya yang berupaya mencari bantuan biaya pendidikan (beasiswa). Penjelasan Bapak DR. AB Susanto (Koordinator Beasiswa Unggulan, Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional) memicu semangatnya untuk mendorong saya untuk meraih prestasi di sekolah (SMAN 1 Jakarta). Kemudian, saya buktikan melalui hasil UAN saya yang rata-rta 8,2. Prestasi ini kemudian saya lengkapi dengan lulusnya saya masuk UIN Jakarta. Dengan berbekal berkas prestasi itu lah orang tua saya memberanikan diri untuk mendaftarkan saya sebagai calon penerima Beasiswa Unggulan tersebut. Syukur Alahamdulillah, suatu hari saya menerima pesan singkat (SMS) dari Mbak Lianda yang menyebutkan saya lulus dalam seleksi calon penerima Beasiswa Unggulan. Dengan bantuan biaya pendidikan ini, saya akan terus berusaha untuk mempertahankan nilai indeks prestasi di atas 3. Yang sangat memicu semangat saya adalah program ini akan terus saya nikmati hingga program pascasarjana apabila saya mampu terus mempertahankan prestasi. Untuk itu, saya berharap Program Beasiswa Unggulan akan menjadi sahabat paling setia dalam meraih cita-cita saya. Tiada kata yang pantas saya sampaikan kecuali ucapan terima kasih nan tak terhingga kepada Program Beasiswa Unggulan, Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, dan Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional.

Tiga kata bertuah: kemauan, berusaha, berdoa
Dari pengalaman di atas, saya semakin yakin atas tiga kata bertuah yang saya jadikan semangat dalam meraih cita-cita: Kemauan, Berusaha, dan Berdoa meminta yang terbaik untuk kita. Pepatah mengatakan “There is a will there is away”, dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan. Jadi saya berpesan kepada seluruh kawan-kawan, sahabat-sahabat, dan pemuda-pemudi penerus bangsa Indonesia, jangan takut mencoba memulai sesuatu yang baik kalau memang itu adalah cita-cita dan masa depan kita. Andalkan saja otak, pikiran dan kreatifitas kita. Jangan hanya mengandalkan emosi dan nasib ketika gagal. Marilah kita bangkit lagi, ubah nasib kita ke arah yang lebih baik. Banyak cara untuk menyelesaikan pendidikan tanpa memikirkan biaya dengan menggunakan KEMAUAN dan OTAK yang telah Allah SWT berikan gratis kepada kita. Sekarang tinggal kitanya saja yang memanfaatkan sebaik mungkin pemberian dari Allah SWT.
Muthia Fariza (
Republika)

2 komentar:

  1. bagus. tambah semangat

    BalasHapus
    Balasan
    1. silakan buka file yang lain dan terima kasih konjungannya.

      Hapus